Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan kronologis di balik kolapsnyaa 60 pabrik tekstil yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 250 ribu buruh selama periode 2022-2024. Fenomena ini menunjukkan adanya krisis serius yang melanda industri tekstil nasional akibat derasnya tekanan barang impor, baik legal maupun ilegal.
Menurut Redma, industri tekstil Indonesia sebetulnya telah pulih dari dampak pandemi COVID-19 pada tahun 2022.
Pulihnya industri saat itu, katanya, didorong oleh kebijakan “zero COVID” diberlakukan China, yang menyebabkan pelabuhan Negeri Tirai Bambu itu ditutup hingga kuartal III-2022. Karena itu, pasar lokal Indonesia sepenuhnya didominasi oleh produk dalam negeri, dan pertumbuhan industri pulih. Namun, situasi berubah drastis pada kuartal IV-2022 ketika China mulai melonggarkan kebijakan tersebut.
“Pelabuhan di China mulai dibuka, dan barang-barang dari sana mulai membanjiri pasar Indonesia,” sambungnya.
Kondisi tersebut menandai awal dari tekanan besar pada industri tekstil lokal.
Masuknya produk impor dari China, yang dijual dengan harga sangat murah akibat overstock selama hampir dua tahun, menjadi faktor utama yang memukul industri tekstil Indonesia sepanjang 2023.